Please ensure Javascript is enabled for purposes of website accessibility

Peduli, Inklusi, Solidaritas, Meraih Harapan

Montov

Prinsip ESSE: HIV Itu Tidak Gampang Menular Lho!

  • 24 Maret 2024
  • 5 menit waktu baca

Bagikan

Saat mendengar kata “HIV”, orang awam akan berpikir tentang penyakit yang mudah menular dan mematikan. Sehingga dari anggapan ini muncul berbagai stigma dan diskriminasi kepada orang dengan HIV. Dari mulai dijauhi oleh keluarga, dipisahkan tempat makan dan minumnya, hingga yang paling ekstrim benda-benda yang dimiliki oleh penderita HIV dibakar. Yup kejadian itu nyata pernah terjadi. Lalu pernah ada mitos-mitos seperti jarum dengan virus HIV di bioskop, pembalut dengan virus HIV, dsb. Lantas, benarkah semenular itu?

Mengenal prinsip penularan HIV

Faktanya, HIV sama seperti virus lainnya, memiliki prinsip yang harus dipenuhi sehingga penularan dari satu orang ke orang lain dapat terjadi. Ada satu saja prinsip yang tidak terpenuhi, maka gugurlah kesempatan penularan tersebut. Prinsip ini dikenal dengan ESSE. ESSE singkatan dari Exit, Survive, Sufficient, Enter. Dalam bahasa Indonesia disebut Kedupcuma, yaitu Keluar, Hidup, Cukup dan Masuk.

Penjelasan ESSE/Kedupcuma

Prinsip yang pertama adalah Exit atau Keluar. Adanya pintu keluar dari seseorang yang telah terinfeksi HIV. Pintu keluar ini bisa dari cairan kelamin, cairan darah dan air susu ibu. Cairan keringat, cairan hidung saat bersin, air liur, air mata dan air kencing, tidak memiliki virus HIV didalamnya.

Cairan kelamin bisa dari penis maupun vagina, biasanya dalam bentuk cairan pelicin atau semen/air mani/pejuh. Semen/air mani berbeda dengan sperma. Semen/air mani dihasilkan oleh organ vesikula seminalis. Sedangkan sperma dihasilkan oleh buah zakar/testis. Fungsi semen/air mani sebagai pembantu penetralisir keasaman sehingga sperma bisa bertahan hidup di dalam vagina dan membantu pergerakan sperma untuk bertemu dengan sel telur/ovum sehingga pembuahan dapat terjadi. Biasanya semen/air mani dan sperma dikeluarkan saat ejakulasi. HIV ini hanya terdapat pada cairan semen/mani, dan tidak terdapat sperma.

Darah segar dari orang dengan HIV, dapat mengandung HIV dalam jumlah yang banyak. Itu karena proses replikasi virus HIV terdapat pada sel CD4, salah satu komponen dalam limfosit/darah putih. Meskipun begitu, darah tidak serta merta bisa menularkan begitu saja. Kasus yang paling banyak, terjadi perlukaan dalam hubungan seksual tidak aman, sehingga darah bisa saling tertukar. Selain itu dalam kasus pengguna NAPZA, darah yang berada pada jarum suntik dan digunakan secara bergantian, sehingga proses pertukaran darah dapat terjadi antar individu. Darah yang tercecer dan menjadi kering, otomatis membunuh virus HIV yang terdapat disana, sehingga tidak menularkan. Darah yang terkena pada kulit orang sehat dan tidak ada luka, juga tidak akan menularkan.

Air susu ibu berasal dari pengolahan darah lewat kelenjar-kelenjar susu pada payudara. Maka virus HIV yang ada dalam darah, bisa ikut masuk ke dalam air susu. Penularan HIV dari air susu biasanya terjadi pada ibu yang menyusui anaknya atau memberikan ASI.

Prinsip yang kedua adalah Survive atau Hidup. Virus HIV yang keluar dari tubuh seseorang harus bisa bertahan hidup untuk bisa menularkan ke orang lain. HIV hanya bisa bertahan hidup jika penularan terjadi langsung dalam tubuh seseorang, misalkan dari hubungan seksual tidak aman dengan perantaraan cairan kelamin dan darah. Dalam jarum suntik, darah yang tersimpan aman dalam rongga jarum, bisa membuat kesegaran darah bertahan lebih lama, maka virus HIV pun masih bisa bertahan hidup. Begitu pula air susu ibu yang langsung diberikan kepada bayi atau dijaga kesegarannya dalam lemari es.

Baca juga:  Mengenal PrEP, Pencegahan untuk HIV: Sebuah Guide

Prinsip yang ketiga adalah Sufficient atau Cukup. Jumlah virus HIV yang berada dalam cairan kelamin, darah dan air susu ibu harus cukup untuk menularkan pada orang lain. Dalam tubuh orang dengan HIV yang tidak ditangani oleh antiretroviral/ARV, jumlah virus HIV bisa beratus-ratus ribu hingga jutaan. Jumlah ini bisa di cek dengan metode tes Viral Load. Semakin besar jumlah hasil Viral Load, semakin besar pula persentase untuk menularkan ke orang lain. Begitu pula sebaliknya. Maka, orang dengan HIV yang sudah patuh minum ARV berbulan-bulan atau bertahun-tahun, bisa memiliki jumlah Viral Load yang kecil, di bawah 1000 copy/ml darah atau bahkan Tidak Terdeteksi, dan sudah tidak bisa menularkan ke pasangan seksual, maupun dari ibu ke anak jika menyusui.

Prinsip yang terakhir adalah Enter atau Masuk. Adanya pintu masuk dari orang dengan HIV kepada orang yang masih “sehat”/belum ada HIV dalam tubuhnya. Pintu masuk ini bisa berupa perlukaan saat melakukan hubungan seksual tidak aman, penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan bergantian, pemberian ASI pada bayi dan ada/tidak perlukaan pada puting si ibu, antar luka terbuka, atau menerima donor organ yang belum di screening. Infeksi Menular Seksual seperti Sifilis, Gonore, Klamidia, ISK, bisa meningkatkan persentase pintu masuk akibat perlukaan saat berhubungan seksual tidak aman.

Ke empat prinsip tersebut harus semuanya terpenuhi untuk dapat menularkan dari satu orang ke orang lain. Jika ada satu saja prinsip yang tidak terpenuhi, maka penularan tidak akan terjadi. Hal yang paling mudah untuk dilakukan dalam menggugurkan prinsip ESSE/Kedupcuma ini adalah penggunaan kondom, terapi ARV dan penggunaan PrEP. Kondom bisa mencegah pintu masuk pada tubuh seseorang. Terapi ARV dan PrEP bisa mengurangi jumlah virus HIV sehingga jumlahnya tidak cukup untuk menularkan. Kewaspadaan universal harus selalu dilakukan oleh petugas kesehatan dalam pencegahan infeksi, tidak hanya pada HIV. Dalam perawatan ibu menyusui, ibu dengan HIV bisa memberikan ASI pada anaknya dengan persyaratan ketat dan pantauan dokter. Bila masih ragu, pemberian ASI bisa tidak dilakukan dan diganti dengan pemberian susu formula. Saat timbul rasa sakit dalam organ kemaluan/reproduksi, segera diperiksakan untuk mengetahui ada/tidaknya infeksi menular seksual dan obati hingga tuntas. Jika semuanya benar-benar dilakukan, maka penularan HIV dapat dicegah secara maksimal.

Mengetahui dan memahami prinsip ESSE/Kedupcuma dengan baik dan benar, bisa melindungi diri sendiri dan orang lain, juga bisa menghilangkan mitos-mitos yang selama ini terjadi pada masyarakat. Sehingga stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV dapat berkurang.

Tentang Penulis

Pria ganteng kelahiran 88 ini senang bermain game dan menikmati alam dikala senggang. Peduli dengan isu HIV sejak tahun 2016an. Saat ini menyibukkan diri menjadi Pendukung Sebaya di daerah kelahirannya, Ciamis, Jawa Barat. Selain itu dia mencoba terus memberikan edukasi, pemahaman penularan & perawatan HIV dimanapun ia berada, terutama media sosial pribadinya.

Anda berada di wilayah Yogyakarta dan terpapar HIV?

Jangan takut untuk menghubungi Pita Merah Jogja dan kami akan memberikan pendampingan serta informasi apa yang harus Anda lakukan. Apabila Anda dari luar Yogyakarta juga dapat menghubungi kami, kami akan coba beri informasi sebisa kami.

Sebelumnya

Yuk, Pahami Lebih Jauh Tentang Hari Perempuan Sedunia dan Kaitannya dengan HIV

Selanjutnya

Mari Kita Pahami Pengertian dari SOGIESC