Apalah arti sebuah kata, mungkin hal tersebut yang ada dipikiran kita ketika mengetahui bahwa saat ini istilah ODHIV digunakan sebagai pengganti dari ODHA. Penggunaan kata ODHIV ini merupakan salah satu cara mengurangi stigma HIV dengan menggunakan bahasa yang lebih ramah, kok bisa? Mari kita bahas satu persatu.
ODHA merupakan singkatan dari Orang dengan HIV AIDS, sementara ODHIV merupakan singkatan dari Orang dengan HIV. Dari singkatannya sudah terlihat bahwa ODHA seringkali dikatikan dengan AIDS yang merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Hal ini kadang menyebabkan orang dengan HIV mendapat stigma dan perlakuan yang tidak adil.
Oleh karena itu Kementrian Kesehatan menggunakan istilah ODHIV sejak tahun 2021. Hal ini dilakukan untuk menegaskan bahwa individu yang hidup dengan HIV adalah manusia biasa yang memiliki hak-hak yang sama dengan individu lainnya. Mereka tidak boleh dikucilkan atau diperlakukan dengan tidak adil hanya karena status HIV mereka.
Selain itu istilah ODHIV juga menggambarkan lebih akurat kondisi seseorang yang hidup dengan HIV. Karena ODHIV merujuk pada orang yang terinfeksi HIV, tetapi karena ia melakukan pengobatan secara rutin maka HIV tersebut tidak berkembang menjadi AIDS. Sehingga orang tersebut tetap dapat hidup selayaknya seperti orang normal, tetap sehat dan produktif.
Di luar negeri sendiri dikenal dengan istilah PLHIV (People Living with HIV), tidak ada kata-kata AIDS disitu. Jadi apakah orang dengan HIV tanpa infeksi dan memiliki CD4 serta Viral Load yg bagus tidak mengalami AIDS harus mau di panggil ODHA?
Alasan mengapa Kementerian Kesehatan menggunakan istilah ODHIV
- Mengurangi stigma dan diskriminasi: Penggunaan istilah ODHIV dapat membantu mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap individu yang hidup dengan HIV. Dengan menggunakan istilah ini, individu yang hidup dengan HIV tidak akan segera diidentifikasi sebagai penderita AIDS.
- Lebih akurat dalam menggambarkan kondisi: Istilah ODHIV lebih akurat dalam menggambarkan kondisi individu yang hidup dengan HIV. ODHIV merujuk pada individu yang telah terinfeksi HIV, tetapi belum mengembangkan AIDS.
- Konsistensi dengan terminologi internasional: Istilah ODHIV juga digunakan dalam terminologi internasional yaitu PLHIV (People Living with HIV). Oleh karena itu, penggunaan istilah ODHIV dapat membantu Indonesia berkontribusi pada upaya global dalam penanggulangan HIV.
Stigma terkait dengan HIV masih menjadi masalah serius yang dihadapi oleh orang-orang yang hidup dengan virus ini. Penggunaan bahasa yang mengandung unsur stigma saat menjelaskan masalah HIV dapat memiliki konsekuensi negatif yang signifikan. Kita akan menjelajahi dampak-dampak tersebut dan memberikan tips tentang bagaimana menggunakan bahasa yang inklusif untuk mengurangi stigma terkait dengan HIV.
Konsekuensi Negatif dari Bahasa Stigmatik yang bisa terjadi
- Orang Enggan Melakukan Tes HIV: Ketika bahasa yang stigmatik digunakan, orang mungkin takut mengalami stigma atau diskriminasi, sehingga enggan melakukan tes HIV. Hal ini mengarah pada diagnosa dan pengobatan terlambat, yang secara serius mempengaruhi kesehatan individu dan meningkatkan risiko penyebaran virus.
- Orang Enggan Mencari Pengobatan HIV: Penggunaan bahasa yang stigmatik dapat menyebabkan orang yang hidup dengan HIV merasa malu atau bersalah. Akibatnya, mereka mungkin enggan mencari pengobatan, meskipun pengobatan yang efektif tersedia. Hal ini berdampak pada perkembangan penyakit dan meningkatkan risiko kematian.
- Isolasi Sosial dan Diskriminasi: Stigma terkait dengan HIV dapat menghasilkan isolasi sosial dan diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pekerjaan, perumahan, dan layanan kesehatan. Isolasi sosial ini dapat menyebabkan kemiskinan dan berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental individu yang hidup dengan HIV ( ODHIV)
- Risiko Penularan HIV yang Lebih Tinggi: Orang yang mengalami stigma karena memiliki HIV cenderung melakukan perilaku berisiko yang meningkatkan risiko penularan virus, seperti berhubungan seks tanpa kondom atau berbagi jarum suntik. Bahasa yang stigmatik dapat memperburuk situasi ini dengan menciptakan hambatan dalam edukasi dan pencegahan HIV.
Dampak positif menggunakan Bahasa yang Inklusif
- Menghargai Orang: Gunakan frasa seperti “orang dengan HIV (ODHIV), daripada menggunakan kata “korban HIV, ODHA, perilaku nakal, suka jajan, dll”. Ini membantu menghormati martabat dan identitas orang yang hidup dengan HIV.
- Hindari Stereotip dan Label Merendahkan: Jauhi penggunaan istilah yang merendahkan seperti “terinfeksi HIV” atau “kelompok berisiko tinggi, populasi kunci” Istilah-istilah ini dapat memperkuat stigma dan membuat orang merasa malu atau bersalah.
- Hormati Privasi dan Kerahasiaan: Jangan menyebarkan status HIV seseorang tanpa izin tertulis dari mereka. Privasi dan kerahasiaan harus dijaga dengan ketat untuk melindungi individu dan mencegah diskriminasi yang tidak perlu.
- Fokus pada Hal Positif: Saat menjelaskan tentang pencegahan dan pengobatan HIV, berfokuslah pada manfaat-langkah-langkah tersebut. Bicarakan tentang pentingnya diagnosis dini, pengobatan yang efektif, dan bahwa orang dengan HIV dapat hidup lama dan sehat.
Penggunaan bahasa yang mengandung unsur stigma saat menjelaskan masalah HIV memiliki konsekuensi negatif yang signifikan. Penting bagi konselor dan anggota masyarakat untuk menggunakan bahasa yang inklusif dan menghormati orang lain. Dengan menghindari bahasa yang bersifat stigmatik, kita dapat membantu mengurangi stigma terkait dengan HIV, menciptakan lingkungan yang mendukung bagi orang dengan HIV, dan mendorong pendidikan yang lebih efektif tentang pencegahan dan pengobatan HIV.