Kabar baik kembali datang dari Gilead Sciences yang seperti sudah kita ketahui mereka mengembangkan antiretroviral (ARV) baru dengan suntikan yang dikenal dengan nama Lenacapavir. Perusahaan biofarmasi asal Amerika Serikat itu menemukan Lenacapavir yang merupakan suntikan dan hanya butuh melakukan suntikan setiap 6 bulan sekali merupakan terobosan dalam pengobatan HIV.
Sekilas tentang Lenacapavir
Lenacapavir adalah terapi antiretroviral jangka panjang yang memungkinkan efektivitas terapi selama 6 bulan. Ini berarti orang yang hidup dengan HIV hanya perlu menerima dua kali injeksi per tahun. Namun, menurut Winnie Byanyima, terapi ini hanya dapat diakses oleh negara-negara kaya dan bukan untuk negara-negara dengan ekonomi rendah, karena harga setiap satu kali injeksi Lenacapavir berkisar pada USD $20.000.
GILEAD mematenkan obat Lenacapavir ini sehingga hanya mereka yang mampu memproduksinya yang menyebabkan sekali suntik biayanya USD$20.000 jadi dalam setahun biaya yang dikeluarkan adalah USD$40.000.
Mereka mempromosikan obat tersebut pada AIDS Conference 2024 yang diadakan di Munich dan langsung mendapatkan protes dan demonstrasi dari peserta AIDS Conference. Protes ini terjadi karena GILEAD mematenkan obat mereka dan biayanya yang mahal. Padahal kalau dihitung-hitung biaya produksinya Lenacapavir hanya USD$40 saja. Mereka melakukan protes agar GILEAD tidak mematenkannya sehingga harganya bisa murah dan dapat diakses oleh siapa saja.
Angin segar dalam kemajuan pengobatan HIV
Pada tanggal 2 Oktober 2024 kemarin ada kabar menggembirakan bahwa Gilead mengumumkan bahwa mereka telah menandatangani perjanjian non-exclusive lisensi Lenacapavir. Ada 6 manufaktur obat generik yang bekerjasama agar nantinya Lenacapavir hadir dalam versi generik dengan harga lebih murah di 120 negara.
Beatrix Grinsztejn, Presiden IAS mengatakan “Kami berharap perjanjian lisensi ini segera terlaksana dengan cepat dan dilaksanakan dengan baik agar Lenacapavir harganya menjadi lebih terjangkau dan dapat diakses di banyak negara di dunia”.
3 manufaktur obat generik ini beroperasi di India, Mesir, Pakistan dan Amerika Serikat. Gilead berharap masalah regulasi dari negara-negara tersebut bisa berjalan lancar untuk mempercepat produksi Lenacapavir. Walaupun demikian masih banyak negara-negara di dunia yang tidak tercantum dalam perjanjian tersebut sehingga masih membutuhkan waktu agar Lenacapavir tersebar merata ke seluruh dunia.
Uji coba Lenacapavir pada September 2024 terhadap 2.180 orang di Amerika Serikat, Afrika Selatan, Peru, Brazil, Argentina, Mexico,dan Thailand yang mendapatkan suntikan Lenacapavir menunjukkan bahwa 99.9% virusnya tidak terdeteksi. Begitu juga dengan uji coba trial pertama fase ke 3 di Uganda dan Afrika Selatan terhadap 5000 orang yang menunjukkan 100% tidak terdeteksi virus HIV.
Apakah Indonesia akan mendapatkan Lenacapavir?
Pasti, tetapi kita tidak tahu kapan Lenacapavir ini akan tersedia di Indonesia. Mengingat Indonesia tidak termasuk dalam negara uji coba maupun dalam perjanjian Gilead dengan manufaktur obat generik tersebut. Tetapi harapan tersebut tentu ada, mengingat sebagian besar ARV yang ada di Indonesia berasal dari India dan India menjadi salah satu manufaktur generik untuk Lenacapavir.
Tinggal bagaimana peran aktif Kementrian Kesehatan dan lembaga-lembaga HIV di Indonesia untuk mengadvokasi dan berjuang di dunia internasional agar Indonesia bisa segera memperoleh Lenacapavir.